Pada Ahad, 28 Mei 2023 lalu, telah terlaksana webinar pendidikan bersama dr. Amir Zuhdi, bertema “Neuroteaching, Pembelajaran Ramah Otak Anak.” Selain materi dari Dokter Amir yang luar biasa kayanya, Ibu Dyah Indah Noviyani, S.Psi., M.Psi., Psikolog, selaku Ketua Yayasan Dewi Sartika sekaligus founder Biro Psikologi Qualifa dan Sotaru (Sekolah Orang Tua Guru) juga ikut sharing mengenai “Kegiatan Bermain dan Belajar yang Bermakna sesuai Kebutuhan Perkembangan Anak.”
PAUD dan SD Islam Bintang Juara sudah menerapkan ilmu neurosains sejak 2013, tetapi saat itu belum belajar secara khusus. Ibu Dyah Indah Noviyani, S.Psi., M.Psi., Psikolog, atau yang akrab dipanggil dengan Bunda Vivi Psikolog dalam webinar pendidikan ini secara khusus sharing tentang kegiatan bermain dan belajar yang bermakna sesuai kebutuhan perkembangan anak.
Bunda Vivi Psikolog juga membagikan beberapa praktik nyata pembelajaran ramah otak anak yang sudah diterapkan di PAUD dan SD Islam Bintang Juara. Semoga bisa menjadi referensi bagi orang tua dan para guru dari sekolah lain yang hari itu menjadi peserta webinar, juga bagi Ayah Bunda yang saat ini membaca artikel ini.
Daftar Isi
- 1 Pentingnya Memahami dan Mengenali Tahapan Tumbuh Kembang Otak Anak
- 2 Yuk Pahami Garis Waktu Perkembangan Anak, Ayah Bunda!
- 3 3 Jenis Kegiatan Bermain dan Belajar yang Bermakna di PAUD dan SD Islam Bintang Juara
- 4 Pertanyaan-pertanyaan Terkait Kegiatan Bermain dan Belajar yang Ramah Otak Anak
- 5 Kesimpulan
Pentingnya Memahami dan Mengenali Tahapan Tumbuh Kembang Otak Anak
Tampilan perilaku seorang anak memperlihatkan isi dan kualitas otaknya. Apabila Ayah Bunda melihat kakak shalih-shalihah masih sering tantrum, atau belum lancar berbicara, bisa jadi mereka masih kurang mendapat stimulasi sensori motorik dan bahasanya.
Agar kualitas otak anak senantiasa terjaga, maka orang tua dan guru harus senantiasa merancang pembelajaran yang ramah otak. Nah, langkah terpenting dalam merancang pembelajara yang ramah otak anak adalah orang tua dan guru perlu kenal dan paham tahapan tumbuh kembang otak anak.
Memahami dan mengenali tahapan tumbuh kembang otak anak merupakan pedoman untuk merancang kegiatan belajar. (dr. Amir Zuhdi)
Berikut ini beberapa komponen yang menunjang pembelajaran ramah otak anak:
- Aktivitas yang melibatkan multi sensori dan fisik motorik
- Lingkungan belajar yang variatif (pemilihan, ragam bentuknya, warnanya, jenisnya, dan suasananya). Bisa di dalam dan di luar ruangan. Pastikan bahwa pembelajaran yang diberikan sesuai fitroh.
- Pengalaman emosi yang konstruktif. Berkaitan dengan sistem limbik. Untuk memberikan pengalaman emosi yang konstruktif, orang tua dan guru harus menumbuhkan ketertarikan anak dalam menumbuhkan minat terhadap yang dia sukai.
- Rangsangan rasional yang baru dan menantang. Tidak hanya berkaitan dengan gerak dan emosi, tetapi juga stimulasi yang mengasah kognitif, analisa berpikir, problem solving. Tidak hanya mengajarkan hitung cepat, worksheet, tetapi juga rangsangan rasional yang menantang dan menarik yang bisa dijumpai sehari-hari, sehingga anak merasa senang bahwa belajar tidak jauh-jauh dari kehidupannya.
Selain komponen-komponen di atas, pembelajaran ramah otak juga mampu membangun pengalaman secara aktif.
Pengetahuan harus dibangun di dalam pikiran anak melalui ragam kegiatan yang membangun konstruksi pikiran secara aktif bukan sekadar meniru secara pasif. (Jean Piaget)
Yuk Pahami Garis Waktu Perkembangan Anak, Ayah Bunda!
Nah, agar tumbuh kembang anak bisa lebih optimal, Ayah Bunda perlu tahu dan memahami garis waktu perkembangan anak. Ayah Bunda, kakak shalih-shalihah tak perlu digegas untuk segera bisa membaca dan menulis. Yakinlah, semua ada masanya.
Berikut ini garis waktu perkembangan anak yang perlu Ayah Bunda ketahui:
Usia 0-2 tahun: Masa-masa untuk Membangun Basic Trust/ Rasa Percaya
Pada garis waktu ini, kakak shalih-shalihah membangun kelekatan emosi dengan orang-orang terdekat, khususnya orang tua. Apabila kelekatan emosi tidak tumbuh dengan baik, pada usia ini kakak shalih-shalihah bisa jadi sering rewel dan cranky.
Usia 2-4 tahun: Saatnya Belajar Penguasaan Diri/ Autonomy
Pada rentang masa ini, kakak shalih-shalihah belajar mengontrol diri untuk kebutuhan tubuhnya, misal berlatih Buang Air Besar (BAB), Buang Air Kecil (BAK), dan belajar makan sambil duduk.
Apabila masa ini tidak terstimulasi secara optimal, kakak shalih-shalihah akan timbul rasa malu dan ragu.
Selain menumbuhkan kelekatan emosi dan penguasaan diri, pada usia 0-4 tahun adalah tahap penting bagi pondasi sensori motorik. Stimulasi sensori motorik yang optimal pada rentang usia ini akan berdampak ketika kakak shalih-shalihah di usia SD akan muncul ide-ide yang fresh sehingga siap berkarya.
Pentingnya beragam aktivitas sensori motorik untuk stimulasi yang maksimal. Ajak anak untuk belajar melalui bermain yang menyenangkan.
Pada usia 0-2 tahun, kakak shalih-shalihah bermain dengan bagian tubuhnya sendiri. Dengan cara tersebut, mereka belajar mengenali anggota tubuh, ciri fisik, dan bisa menggunakan anggota tubuh untuk menjumput, bertepuk tangan, dsb.
Pada usia 2-4 tahun, kakak shalih-shalihah mulai mampu menggunakan benda sebagai mainan sesuai fungsinya. Di sini, kakak shalih-shalihah juga belajar tentang ciri-ciri benda, panjang pendek, warna dan manfaatnya.
Kalau di 0-4 tahun sensori motorik tidak terstimulasi optimal, akan jadi PR di garis waktu setelahnya.
Usia 4-7 tahun: Saatnya Memanen Ide dan Inisiatif (Initiative)
Memasuki tahapan bermain. Kakak shalih-shalihah yang terstimulasi secara optimal akan tampil penuh percaya diri dan memiliki banyak ide.
Kakak shalih-shalihah tidak akan mudah merasa bosan, karena ada banyak hal yang bisa dikerjakan. Sebaliknya, ketika garis waktu sebelumnya tidak distimulasi secara optimal, pada rentang usia ini kakak shalih-shalihah akan tumbuh menjadi pribadi yang penuh rasa bersalah.
Pada rentang usia ini, kakak shalih-shalihah sudah masuk tahapan Pra Operasional. Artinya, kakak shalih-shalihah sudah mulai tahu konsep sebab akibat, tapi belum sepenuhnya tepat.
Tanda-tandanya yaitu kakak shalih-shalihah sering mencoba hal-hal baru. Tak jarang barang atau mainan akan mudah rusak. Kalau direspon tidak tepat, kakak shalih-shalihah jadi tidak mau mencoba dan semangat belajarnya tumpul.
Penting dalam rentang usia ini untuk menguatkan konsep berpikir anak dengan benda-benda yang bisa ditemui di kehidupan sehari-hari. Ajak kakak shalih-shalihah untuk berpikir dan menyampaikan pendapat. Misal, “Kak, kalau benda ini diputar, jadinya akan seperti apa ya?”
Usia 7-12 tahun: Saatnya Berkarya (Industry)
Setelah memiliki ide yang melimpah, saatnya kakak shalih-shalihah mengubah ide-idenya menjadi karya. Aturan dan batasan-batasan diberikan agar karya yang dihasilkan bermanfaat bagi sekitarnya. Tahapan ini disebut juga dengan tahap Operasional Konkret.
Pada rentang usia ini, kakak shalih-shalihah mulai matang proses berpikirnya, mulai memahami sebab akibat secara lebih kompleks, problem solving dengan menggunakan media konkret. Kakak shalih-shalihah yang duduk di bangku kelas 3 -4 SD masih belajar dengan menggunakan gerakan.
Mereka juga perlu dilihatkan benda-benda konkret, diajak mempraktikkan dan membuktikan. Hal tersebut bisa dikuatkan dengan kejadian nyata yang terjadi sehari-hari.
3 Jenis Kegiatan Bermain dan Belajar yang Bermakna di PAUD dan SD Islam Bintang Juara
Setelah mengajak Ayah Bunda memahami garis waktu perkembangan, Bunda Vivi Psikolog menginformasikan mengenai 3 jenis kegiatan bermain dan belajar yang bermakna dengan basis neurosains yang telah diterapkan di PAUD dan SD islam Bintang Juara. Apa sajakah tiga jenis kebutuhan main tersebut?
1. Main Sensorimotor atau Fungsional
Pada jenis main pertama ini, kakak shalih-shalihah belajar mengenai fungsi tubuhnya. Fokus dalam aktivitas ini adalah melatih gerak otot-ototnya. Dibagi menjadi dua keterampilan:
A. Keterampilan Motorik Kasar
Ketrampilan gerak otot-otot besar anggota tubuh, termasuk kaki dan tangan dalam beraktivitas. Motorik kasar yang terstimulasi optimal akan menunjukkan kekuatan/ kekokohan, koordinasi, keseimbangan, kontrol, kelincahan, kecepatan, dan kelenturan.
Beberapa contoh aktivitas yang merupakan stimulasi motorik kasar, antara lain:
- Berdiri satu kaki,
- jongkok – berdiri,
- jalan mundur,
- berlari lurus & zig zag,
- melompat,
- meloncat,
- menendang bola ke gawang,
- naik turun tangga,
- bersepeda roda dua,
- lempar tangkap bola,
- lompa tali,
- kegiatan olahraga (kegiatan motorik kasar dengan aturan)
B. Keterampilan Motorik Halus
Keterampilan gerak otot-otot kecil pada tangan dan jari, serta koordinasi antara gerak mata dan tangan atau jari jemari. Fungsinya untuk melatih fokus, kesabaran dan kontrol diri.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa digunakan untuk stimulasi motorik halus, yaitu:
- Menggambar,
- melukis,
- berkreasi dengan playdough,
- meronce,
- menjahit pola,
- menulis,
- menggunting,
- memasang dan melepas baju berkancing/ resleting,
- memakai sepatu bertali,
- kegiatan bersih diri dan lingkungan,
- kegiatan rumah tangga (chores).
Main sensorimotorik berkaitan dengan emosi. Ketika motorik kasarnya sudah matang, kakak shalih-shalihah akan tampil dengan fokus, sehingga bisa tenang dan kontrol diri. Saat kontrol dirinya sudah terbentuk, kakak shalih-shalihah akan tahu kapan bisa bergerak, dan kapan harus anteng
Ayah Bunda juga bisa mengamati cara anak berjalan. Bagaimana seorang anak berjalan akan terlihat apakah dia punya kontrol fisik dan emosi yang matang.
Saat anak bergerak, termasuk jalan, apakah terlihat tegap, seimbang, terkoordinasi dengan baik dan kontrol. Pastikan juga jalannya proporsional. Kaki tidak terbentang terlalu lebar, juga tidak seperti model yang sedang berjalan.
Apabila ada kakak shalih-shalihah atau Ayah Bunda yang merasa sensorimotoriknya belum optimal, rutinlah berenang 20x per sesi atau berjalan kaki sepanjang 10 km atau 10ribu langkah.
Berolahraga sebaiknya juga menjadi aktivitas rutin bagi keluarga. Antara fisik motorik, emosi dan proses berpikir itu saling terkait. Nah, landasan nilai qur’ani harus menjadi pijakan utama dalam semua aktivitas kita, Ayah Bunda.
2. Main Simbolik atau Peran
Main simbolik dan main peran memiliki fokus utama dalam mengembangkan kecerdasan literasi numerasi. Pada tahap main ini, kakak shalih-shalihah juga biasanya mulai pada kegiatan pra membaca.
Di PAUD Islam Bintang Juara main simbolik atau peran bisa dilakukan di keenam sentra yang ada, seperti Sentra Bahan Alam, Sentra Seni, Sentra Imtaq, Sentra Persiapan, Sentra Main Peran Besar dan Main Peran Kecil.
3. Main Konstruktif atau Pembangunan
Ada banyak ide main konstruktif atau pembangunan, seperti:
- Konstruktif cair: slime, playdough
- Menggambar: menggambar dengan cap, menggambar dengan kuas, dsb
- Konstruktif yang terstruktur: balok, lego, puzzle
Saat kakak shalih-shalihah belajar main kontruktif, secara tidak langsung ia belajar dasar-dasar akademis dan pengetahuan teknologi. Tujuannya agar kakak shalih-shalihah bisa menggabungkan ilmu pengetahuan menjadi gagasan baru.
Main dengan Aturan
Tiga kebutuhan main di atas harus terpenuhi, agar kakak shalih-shalihah bisa menjalani Main dengan Aturan. Main dengan Aturan bisa mulai dikenalkan saat anak berusia 7 tahun. Walau rentang usia AUD (Anak Usia Dini) di negara maju sampai usia 9 – 10 tahun, tetapi 7 tahun dianggap usia pas untuk mengajarkan tentang aturan.
Hal itu dikarenakan pada usia 7 tahun, pre frontal cortex sudah berkembang dan mulai bisa diisi aturan, juga batasan. Harapannya, kakak shalih-shalihah sudah tahu menempatkan dirinya dan fungsi tubuhnya, sesuai adab.
Pada 2-3 tahun pertama, kakak shalih-shalihah harus lebih banyak bermain dengan gerak. Caranya yaitu dengan memberi rancangan motorik kasar dan halus. Tujuannya agar anggota tubuh kakak shalih-shalihah kuat, kokoh, seimbang, terkoordinasi, dan terkontrol. Kemudian saat usia 7 tahun, kakak shalih-shalihah sudah tampil gesit dan percaya diri.
Di setiap kegiatan belajar dan bermain anak harus memenuhi 3 kebutuhan main, dan ajarkan tentang aturan. Tujuannya agar kakak shalih-shalihah bisa terkontrol mainnya.
Untuk itu, perkuat kakak shalih-shalihah dengan 4 pijakan main berikut ini:
- Pijakan Lingkungan Main – Bisa disesuaikan dengan usia masing-masing anak. Namun secara garis besar, beri kakak shalih-shalihah informasi di mana mereka akan beraktivitas. Batas bermainnya di mana, dan kapan harus selesai bermain.
- Pijakan Awal/ Sebelum Main – Tujuan dari pijakan awal adalah untuk menumbuhkan atensi dan rasa ingin tahu anak. Bisa dimulai dengan memperlihatkan media konrit, atau buku bacaan tentang topik-topik yang disukai anak. Ayah Bunda dan Bapak Ibu Guru juga bisa melakukan pemutaran video terkait tema yang sedang diajarkan. Namun untuk hal ini perlu dirancang sebaik-baiknya agar tidak menjadi kebiasaan dan kecanduan..
- Pijakan Individual saat Main – Anak membutuhkan pijakan atau informasi lanjutan saat main sedang berlangsung. Pada bagian ini, anak akan praktik, mencoba dan mengembangkan ide.
- Pijakan Setelah Main – Pada akhir permainan, ajak kakak shalih-shalihah untuk beres-beres. Tujuannya untuk menumbuhkan tanggungjawab, kepedulian, dan kontrol. Setelah itu, ajak kakak shalih-shalihah recalling aktivitas yang baru selesai dikerjakan.
Untuk menambah informasi mengenai jenis kegiatan bermain dan belajar yang bermakna berbasis neurosains yang telah diterapkan di PAUD dan SD Islam Bintang Juara, Bunda Vivi Psikolog memutarkan beberapa video. Apabila Ayah Bunda ingin melihat video apa saja yang diputar oleh Bunda Vivi, silakan bisa menyimak video webinar pendidikan secara komplit di sini:
Pertanyaan-pertanyaan Terkait Kegiatan Bermain dan Belajar yang Ramah Otak Anak
Alhamdulillah, materi yang disampaikan oleh dr. Amir Zuhdi dan Bunda Vivi Psikolog membawa wawasan baru bagi seluruh peserta webinar. Tak sedikit yang menyodorkan pertanyaan melalui kolom chat. Berikut ini beberapa pertanyaan yang sempat diberi tanggapan oleh Bunda Vivi Psikolog:
1. Apakah Sempoa Termasuk dalam Pembelajaran yang Ramah Otak Anak?
Bunda Vivi Psikolog kemudian menjelaskan terkait fungsi sempoa itu sendiri. Apakah sempoa itu digunakan sebagai sarana belajar yang menyenangkan, atau sarana agar anak cepat membaca. Perbedaan pandangan ini jelas akan memberikan efek yang juga berbeda.
Anak yang bisa membaca belum tentu paham membaca. Kalau calistung hanya bertujuan agar anak cepat bisa membaca, tapi tidak paham isinya dan tidak punya ide untuk membaca, ya buat apa?
Sesungguhnya anak sejak bayi itu bisa membaca kok; membaca tanda, dan membaca gestur orang-orang di sekelilingnya. Namun tentu saja dalam prosesnya, si bayi masih sering salah menduga.
Kalau sekadar bisa cepat baca, dan sekadar bisa baca buku teks, tapi ternyata anak tidak bisa membaca situasi dan problem solving, justru kasihan lo untuk anaknya, Ayah Bunda. Begitu juga dengan kemampuan menghitung, tidak akan memiliki value apabila anak sekadar bisa menghitung, tanpa paham penyelesaian dan logika, ataupun analisa dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau sempoa sebagai dasar di masa konkrit, dan tidak sebagai satu-satunya media belajar, tapi dilengkapi dengan media lain terkait literasi numerasi, ya tentu saja tidak apa-apa. Namun apabila sempoa hanya dijadikan sarana agar anak bisa cepat menghitung, ya tidak ada artinya.
Hal penting yang disampaikan oleh Bunda Vivi Psikolog;
Jangan jadikan anak passive learner tapi active constructor.
2. Cara Mengoptimalkan Sensori Motorik Saat Usia Anak Sudah 12 Tahunan
Jika pondasi sensori motoriknya kurang optimal di masa kecil, insya Allah masih bisa diperbaiki di usia 12 tahunan. Hanya saja effort yang dilakukan harus ditambah.
Dokter Amir Zuhdi memberikan contoh seperti ini;
Anak-anak di usia 4 bulan, atau 1-2 tahun, saat diminta masuk ke air, umumnya mereka akan bahagia luar biasa. Namun coba kalau ibu-ibu yang diminta masuk ke kolam renang, ada saja yang mungkin akan berteriak.
Untuk membujuk para ibu ini berenang, tidak bisa dengan bahasa “Ayo bu, kita berenang.” Melainkan harus menggunakan kalimat, “Ayo bu, kita makan-makan di tepi kolam, nanti pelan-pelan kakinya dimasukkan ke kolam ya.” Setelah para ibu ini merasa nyaman, baru deh bisa diajak latihan berenang.
Buat Ayah Bunda atau anak-anaknya yang tidak bisa merangkak, bisa banget mulai sekarang melakukan latihan merangkak. Fungsinya sangat baik lo untuk keseimbangan.
Dokter Amir Zuhdi menyampaikan bahwasanya semua masalah sensori motorik bisa diatasi dengan berenang. Semakin jago berenang, biasanya seseorang akan memiliki pengelolaan emosi yang baik.
Kalau berenang terlampau susah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, Ayah Bunda bisa menggantinya dengan 10ribu langkah per hari. Dengan catatan, geraknya harus teratur dan terkendali ya.
3. Apakah Penanganan Anak dengan Diagnosa ADHD dan Autisme Sama dengan Anak Reguler?
Dengan tegas dr. Amir Zuhdi mengatakan, “Tentu saja beda penanganan, karena otaknya jelas berbeda.” Untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus diperlukan kelas belajar yang berbeda, neuroteaching dan neuroparenting kurang tepat untuk menjawab kebutuhan tersebut.
Oleh karenanya, dr. Amir menyarankan agar orang tua atau guru bisa langsung konsultasi dengan dokter tumbuh kembang anak dan terapi okupasi. Karena dokter serta terapis tersebut telah mempelajari cara penanganan bagi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut.
Selain itu, sebelum diagnosa ditegakkan, pastikan orang tua dan guru tidak berasumsi. Bisa jadi ada anak yang dikira autis, tapi ternyata karena sensori motoriknya tidak distimulasi dengan baik.
Tugas orang tua adalah mempelajari normalnya, agar tahu bagaimana yang tidak normal. Kalau sudah fix berkebutuhan khusus, segera saja berkonsultasi dengan spesialisnya.
Namun yang terpenting guru dan orang tua yang mengasuh anak berkebutuhan khusus, perlu ilmu menata emosi yang lebih dibandingkan orang tua dan guru reguler. Biasanya kegagalan dari proses intervensi anak berkebutuhan khusus disebabkan karena emosi orang tua yang belum dikelola dengan baik.
4. Bisakah Luka Pengasuhan Diperbaiki?
Salah satu penyebab kegagalan pengasuhan anak karena emosi orang tua yang masih butuh dicakapkan.
Berdasarkan ilmu neurosains, ada yang namanya teori neuroplastisitas. Dalam hal ini luka dan trauma pengasuhan sejatinya tidak benar-benar ada.
Neuroplastisitas adalah konsep neurosains yang merujuk kepada kemampuan otak dan sistem saraf manusia yang bisa berubah secara struktural dan fungsional sebagai akibat dari input lingkungan. Bentuk plastisitas yang paling umum diakui adalah pembelajaran, memori, dan pemulihan dari luka otak.
Karena adanya neuroplastisitas tersebut, luka apapun yang terjadi akibat proses pendidikan atau pengasuhan sebenarnya bisa dipulihkan. Sifat plastisitas menunjukkan kemampuan neuron otak untuk berubah ke dalam bentuk lain. Namun untuk membangun neuron-neuron baru, dibutuhkan lingkungan emosi yang konstruktif.
Apabila tahapan-tahapan pengasuhan tidak dikawal dengan baik, terutama gerak dan emosi, akan berdampak pada beberapa aspek. Oleh karenanya sebagai orang tua, PR terbesar adalah melatih emosi. Jangan sampai emosi kita menjadi sumber luka buat anak-anak.
Spesial buat Ayah Bunda yang masih memiliki anak berusia 0-7 tahun, dan punya masalah dengan emosi, dr. Amir Zuhdi mendorong untuk mengikuti program Neuro Parenting School.
Dalam program yang akan berlangsung selama satu tahun akan ada dua pelajaran utama. Di semester satu akan membahas otak anak, sementara otak orang tua akan dibahas pada semester dua.
Kesimpulan
Pada artikel ini, kami hanya akan menyampaikan kalimat penutup yang disampaikan oleh Bunda Vivi Psikolog;
Kita harus siap untuk mempraktikkan pembelajaran ramah otak anak, sesuai dengan fitrah yang telah Allah SWT ciptakan secara bertahap. Guru dan orang tua perlu memahami tahapan tumbuh kembang anak yang sesuai dengan tahapan otak, merancang mendampingi anak belajar, berkegiatan main, menyediakan alat main dan media main.
Selalu belajar di manapun mereka berada. Terus semangat untuk mempelajari otak anak kita yang merupakan sebaik-baiknya ciptaan Allah SWT.
Apabila Ayah Bunda ingin membaca artikel berisikan insight materi yang disampaikan oleh dr. Amir Zuhdi, silakan kunjungi ‘Neuroteaching, Pembelajaran Ramah Otak Anak.’
Akhir kata, apabila artikel mengenai kegiatan bermain dan belajar yang bermakna ini bermanfaat bagi Ayah Bunda, mohon kesediaannya untuk membagikan informasi ini kepada seluruh sahabat dan kerabat. Semoga ke depannya akan semakin banyak guru dan orang tua yang sadar akan pentingnya pembelajaran ramah otak anak. Sampai jumpa di catatan Bintang Juara berikutnya!***